InfoNetizen - Tanpa mahar tiada pernikahan.Begitulah yang menyebar di masyarakat kita. Bahkan terkadang, jika calon pengantin tidak mampu untuk memberikan mahar, yang biasanya berupa emas, calon pengantin diperbolehkan memberikan mahar berupa seperangkat alat shalat, sebagai syarat terpenuhinya mahar pernikahan.
Benarkah di dalam Islam mahar itu harus ada? Apakah di dalam Islam diperbolehkan mahar berupa seperangkat alat shalat?
Abu Salamah Ibnu Abdurrahman Radliyallaahu ‘anhu berkata: Aku
bertanya kepada ‘Aisyah r.a: Berapakah maskawin Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wa Sallam Ia berkata: Maskawin beliau kepada istrinya ialah dua
belas uqiyyah dan nasy. Ia bertanya: Tahukah engkau apa itu nasy? Ia
berkata: Aku menjawab: Tidak. ‘Aisyah berkata: Setengah uqiyyah, jadi
semuanya lima ratus dirham . Inilah maskawin Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wa Sallam kepada para istrinya. (Hadits Riwayat Muslim)
Ali Radliyallaahu ‘anhu berkata: Maskawin itu tidak boleh kurang dari sepuluh dirham . (Hadits Riwayat Daruquthni).
Dari
Anas Ibnu Malik Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam pernah melihat bekas kekuningan pada Abdurrahman Ibnu Auf. Lalu
beliau bersabda: “Apa ini?”. Ia berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya
aku telah menikahi seorang perempuan dengan maskawin senilai satu biji
emas . Beliau bersabda: “Semoga Allah memberkahimu, selenggarakanlah
walimah walaupun hanya dengan seekor kambing.” (Muttafaq Alaihi)
Jadi, begitulah yang diajarkan, maka gunakanlah Dinar emas atau Dirham perak sebagai mahar. Tapi jangan sampai menyulitkan:
Dari
Uqbah Ibnu Amir Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wa Sallam bersabda: "Sebaik-baik maskawin ialah yang paling
mudah .” (Riwayat Abu Dawud)
Malik menegaskan:
Malik
berkata: “Aku tidak setuju jika wanita dapat dinikahi dengan [mas
kawin] kurang dari seperempat Dinar. Itu adalah jumlah terendah, yang
[juga jumlah terendah untuk] mewajibkan pemotongan tangan [karena
mencuri]”.
Namun, jika menurut Imam Namawi, mahar adalah sesuatu yang dapat diperjualbelikan dan memiliki harga. Beliau berkata,
وَمَا صَحَّ مَبِيعًا صَحَّ صَدَاقًا
“Segala sesuatu yang bisa diperjualbelikan berarti sah untuk dijadikan mahar” (Minhaj Ath Tholibin, 2: 478).
Mahar Dapat Bernilai Rendah dan Bisa Juga Bernilai Tinggi
Di dalam sebuah hadist disebutkan bahwa mahar dapat bernilai rendah. Dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya ada seorang wanita yang meminta untuk dinikahi oleh Rasulullah, tetapi Beliau tidak tertarik dengan wanita tersebut. Hingga ada salah seorang laki-laki yang datang ke majelis tersebut, dan dirinya meminta agar Rasulullah menikahkan dirinya dengan wanita itu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya,
“Apakah engkau memiliki sesuatu untuk dijadikan mahar?”
“Tidak demi Allah, wahai Rasulullah,” jawabnya.
“Pergilah ke keluargamu, lihatlah mungkin engkau mendapatkan sesuatu,” pinta Rasulullah
Lelaki itu lalu pergi, selang beberapa lama dirinya pun kembali, “Demi Allah, saya tidak mendapatkan sesuatu pun,” katanya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
انْظُرْ وَلَوْ خَاتَماً مِنْ حَدِيْدٍ
“Carilah walaupun hanya berupa cincin besi.”
Lelaki itu pun kembali pergi pergi untuk mencari yang diminta Rasulullah. Tak berapa lama ia pun kembali, “Demi Allah, wahai Rasulullah! Saya tidak mendapatkan walau pun cincin dari besi, tapi ini sarung saya, setengahnya untuk wanita ini.”
“Apa yang dapat kau perbuat dengan izarmu (sarungmu)? Jika engkau memakainya berarti wanita ini tidak mendapat sarung itu. Dan jika dia memakainya berarti kamu tidak memakai sarung itu.”
Laki-laki itu pun duduk hingga tatkala telah lama duduknya, ia bangkit. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya berbalik pergi, maka beliau memerintahkan seseorang untuk memanggil laki-laki tersebut.
Ketika ia telah ada di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bertanya, “Apa yang kau hafal dari Al-Qur`an?”
“Saya hafal surat ini dan surat itu,” jawabnya.
“Benar-benar engkau menghafalnya di dalam hatimu?” tegas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Iya,” jawabnya.
“Kalau begitu, baiklah, sungguh aku telah menikahkan engkau dengan wanita ini dengan mahar berupa surat-surat Al-Qur`an yang engkau hafal,” sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Bukhari no. 5087 dan Muslim no. 1425)Hadits di atas menunjukkan bahwasanya mahar atau mas kawin, diperbolehkan berupa sesuatu yang nilainya rendah, asalkan kedua pasangan saling ridha. Karena penyebutan cincin dari besi menunjukkan nilai yang tak mahal.
Di sisi lain, mahar atau mas kawin pernikahan dapat juga berupa barang yang sangat mahal. Hal ini disebutkan Allah di dalam Al-Qur'an yang bunyinya :
وَآَتَيْتُمْ إِحْدَاهُنَّ قِنْطَارًا
“Sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak” (QS. An Nisa’: 20).
Jadi kesimpulannya adalah mahar atau mas kawin pernikahan berupa seperangkat alat shalat diperbolehkan, sebab memiliki nilai dan bisa diperjualbelikan.
Komentar
Posting Komentar